Tahukah Sobat AgriVisi tentang ‘Emas Hijau’?
Emas hijau tersebut memiliki potensi pasar yang sangat besar di luar negeri sebagai bahan pangan hingga bahan baku pembuatan kosmetik maupun produk farmasi.
Emas hijau ini adalah rumput laut yang menjadi komoditas unggulan ekspor produk perikanan Indonesia di pasar dunia. Karena itulah, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus menggenjot produktivitas budidaya rumput laut untuk meningkatkan volume dan nilai ekspor produk perikanan.
Asisten Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Media dan Komunikasi Publik, Doni Ismanto memaparkan, pengembangan budidaya rumput laut termasuk dalam program Ekonomi Biru KKP lantaran potensinya yang sangat besar di Indonesia. Potensi tersebut di antaranya dari ketersediaan lahan marikultur seluas 12,3 juta hektar dan yang dimanfaatkan baru mencapai 102 ribu hektar atau 0,8 persen.
“Rumput laut ini bisa dikatakan emas hijau dari laut. Secara sumber daya kita punya, jangan sampai kita kehilangan kesempatan ini. Untuk itu dari lima program ekonomi biru KKP, salah satunya pengembangan budidaya berkelanjutan. Nah, salah satu komoditas yang didorong adalah rumput laut,” ungkap Doni Ismanto dalam Talkshow Bincang Bahari mengupas “Peluang Investasi Usaha Rumput Laut”.
Sobat AgriVisi, Doni mengungkap, produksi rumput laut masih banyak dalam bentuk mentah dan diolah lebih lanjut. ”Saat ini secara volume kita di atas namun dalam bentuk mentah belum menjadi olahan yang punya nilai lebih, ini tantangannya belum menjadi olahan yang punya nilai lebih,” tegasnya.
Indonesia saat ini menempati posisi kedua sebagai produsen rumput laut terbesar di dunia di bawah China dengan produksi mencapai 9,1 juta ton berdasarkan data tahun 2021. Indonesia paling banyak memasok bahan baku rumput laut khusus untuk jenis Euchema cottoni.
Nono Hartanto, Direktur Perbenihan Ditjen Perikanan Budidaya KKP menambahkan, strategi peningkatan produktivitas rumput laut dilakukan KKP di berbagai lini. Di bagian hulu misalnya, pihaknya mengembangkan bibit rumput laut unggul berbasis sistem kultur jaringan yang terbukti lebih cepat berkembang dan tahan serangan hama dibanding bibit biasa.
Selain itu, KKP memiliki program kampung perikanan budidaya dan menetapkan kluster budidaya rumput laut agar ada kepastian tata ruang bagi para pembudidaya. Ada juga program bantuan pinjaman permodalan usaha bagi para pembudidaya kelas kecil, menengah, hingga besar.
“Ada 6 UPT kami yang punya lab kultur jaringan untuk bisa memproduksi bibit rumput laut unggul. Kami targetkan UPT meningkat produksi plantletnya yang akan dikembangkan di kebun bibit, untuk selanjutnya didistribusi ke kebun bibit milik pemerintah daerah maupun swasta. Ini langkah dari sisi hulu yang mudah-mudahan bisa menjawab kebutuhan bahan baku industri rumput laut di Indonesia,” paparnya.
Di sisi lain Sobat AgriVisi, KKP gencar mempromosikan peluang investasi usaha rumput laut di dalam negeri untuk meningkatkan variasi produk yang akan dipasarkan. Selama ini produk yang paling banyak diekspor adalah bahan mentah, bukan olahan yang nilai jualnya jauh lebih tinggi.
KKP juga berkolaborasi dengan BKPM, Bank Dunia, dan pihak lainnya menggelar Seaweed Investment Forum & Festival di Surabaya pada awal November 2022. Forum ini bertujuan memperkuat produksi rumput laut dalam negeri, branding, hingga memperluas akses pasar bagi para pelaku usaha di pasar global.
“Ini adalah wujud penegasan kembali komitmen KKP dalam pembangunan blue economy melalui promosi komoditas champion salah satunya rumput laut. Acara ini akan membangun komunikasi antara para stakeholder, karena investasi di rumput laut ini saling terkait antara hulu dan hilir,” ungkap Direktur Usaha dan Investasi Ditjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Catur Sarwanto yang juga menjadi narasumber dalam talkshow Bincang Bahari tersebut.

Tingginya potensi pasar produk rumput laut di pasar global turut diamini oleh Asisten Deputi Pengembangan Perikanan Budidaya Kemenko Marves, Rahmat Mulianda. Rumput laut menjadi komoditas penting seiring adanya peralihan pertumbuhan ekonomi dari yang tadinya berbasis daratan ke ekonomi kelautan.
Bahkan, saat ini rumput laut tidak hanya sebagai bahan baku pembuatan produk pangan, farmasi maupun kosmetik. Akan tetapi, juga berkaitan dengan perdagangan karbon karena kemampuannya menyerap karbondioksida di atmosfer yang menjadi pemicu perubahan iklim.
“Kita ngomongin seaweed tidak hanya sekedar seaweed, tapi lebih luas lagi bagaimana blue economy, blue development, blue carbon itu semua ada di seaweed. Kenapa kita harus menjadikan seaweed ini menjadi concern kita, ini emasnyalah, harus kita manfaatkan sebagai sumber penghidupan dan sumber devisa kita,” paparnya.
Direktut Perencanaan Sumberdaya Alam Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Ratih Purbasari Kania menambahkan, untuk mendorong peningkatan investasi di bidang perikanan termasuk bidang rumput laut, dukungan yang ditawarkan di antaranya fasilitas perjakan berupa Tax Allowance (TA), serta Super Tax Deduction untuk litbang dan penyelenggaraan vokasi.
“Kemudian dalam mengakselerasi investasi pada komoditas rumput laut, kami juga menyusun dan mengimplementasikan kebijakan investasi yang terfokus dan berkelanjutan. Lalu meningkatkan koordinasi promosi investasi, melaksankan target promosi, serta memperkuat peran dalam memfasilitasi minta investasi. Untuk promosi investasi kami melakukan pemetaan negara target. Untuk sektor perikanan ada Kanada, Jepang, dan Selandia Baru,” ungkapnya.
Indra Santoso, Kepala Bidang Komunikasi dan Humas Asosiasi Rumput Laut Indonesia menyambut baik langkah KKP meningkatkan produktivitas rumput laut nasional dengan menyiapkan program-program yang dapat memperkuat produksi rumput laut di hulu maupun di sektor hilir.
Menurut Indra, rumput laut merupakan komoditas perikanan yang terbukti mampu bertahan pada masa pandemi Covid-19 yang mengakibatkan terganggungnya pergerakan ekonomi dunia. Bahkan ia menilai, pengembangkan rumput laut mampu menghadirkan kedaulatan ekonomi di wilayah-wilayah perbatasan.
“Ini peluang masih terbuka sangat lebar, sangat luas, dan prospeknya sangat menjanjikan. Selain itu banyak aspek yang bisa dilihat dari budidaya rumput laut ini, untuk sosial misalnya. Di daerah perbatasan rumput laut tumbuh subur dan rupiah bisa berdaulat di daerah perbatasan dengan negara lain, ini tentunya akan memperkuat perekonomian yang pada akhirnya memperkuat kesatuan NKRI,” paparnya.
Sobat AgriVisi, Purchasing Manager PT Ocean Carrageenan Indonesia, Rakhmadin Endra Saputra juga mengakui tingginya minat pasar terhadap produk turunan rumput laut. Perusahaan yang berbasis di Mojokerto, Jawa Timur ini mengolah rumput laut menjadi produk Alkali Treatment Cattonii (ATC), Semi Refined Carrageenan (SRC), dan Refined Carrageenan (RC).
Rakhmadin berharap, dengan masuknya komoditas rumput laut dalam program ekonomi biru KKP, kendala-kendala yang dihadapi pelaku usaha dapat segera diurai agar produktivitas bisa lebih ditingkatkan.
“Tentu kami memerlukan dukungan pemerintah. Beberapa kendala yang kami hadapi di antaranya harga dan kualitas bahan baku yang tidak stabil, termasuk ancaman hama yang menyebabkan gagal panen,” paparnya.