
Sobat AgriVisi, Presiden Joko Widodo resmi mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 125/2022 terkait Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah (CPP).
CPP tersebut akan menugaskan Perum Bulog dan BUMN pangan lain sebagai pengelola 11 komoditas pangan strategis. Namun, Ketua Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (PATAKA), Ali Usman mengkritisi Perpres tersebut.
Ali mengatakan, stok beras Bulog selama ini menipis karena Bulog dipaksa menyerap beras di petani atau penggilingan. Namun, lembaga ini tidak diberikan ruang penyalurannya (captive market) oleh pemerintah.
Akibatnya, beras Bulog menumpuk di gudang, turun mutu dan mengalami kerugian. Kondisi Bulog ini merupakan korban kebijakan.
“Ada faktor kesengajaan melemahkan Bulog atau BUMN pangan ini. Apalagi, dipaksa menyerap dengan menggunakan dana komersial. Bayangkan disuruh menyerap, disimpan gudang, beras turun mutu karena tidak ada market, tapi dana komersial yang bunganya berjalan tiap tahun. Jadi, Bulog dipasung alias dikerangkeng oleh kebijakan kementerian,” tegas dalam keterangannya, Jakarta (2/11).
Nah Sobat AgriVisi, sebagai informasi, pemerintah memiliki program penyaluran beras melalui Bulog, yaitu Program Rastra/Raskin. Ini sebenarnya merupakan program mapan dari pemerintah pusat yang bertujuan menjaga ketahanan pangan rakyat dan menjaga inflasi di daerah dan nasional.
Pasalnya, beras rentan menyumbang inflasi karena mayoritas sebagai konsumsi utama rakyat Indonesia, terutama masyarakat miskin, serta memberi kepastian harga gabah di tingkat petani.
Ali menguraikan, Pasal 4 ayat (2) perpres tersebut menyatakan penetapan jumlah CPP dilakukan berdasarkan hasil Rakortas tingkat menteri atau kepala lembaga. Sedangkan, Pasal 11 angka (6) menyebut, penyaluran CPP dilakukan melalui Rakortas tingkat Menteri atau kepala Lembaga.
”Jangan sampai perpres ini memasung kedua kalinya peran Bulog dan BUMN pangan, yaitu di paksa menyerap CPP tetapi tidak diberikan kewenangan penyaluran. Karena Bulog ditugaskan menguasai CPP yakni beras, jagung, dan kedelai, serta komoditas pangan strategis lainnya atau 11 bahan pokok (sembako),” jelasnya.
Sebelas komoditas pokok tersebut adalah beras, jagung, kedelai, bawang, cabai, daging ayam, telur, daging sapi, gula, minyak goreng, dan ikan.
“Kami berharap Bapanas (Badan pangan Nasional) dapat mengeksekusi sendiri terkait jumlah CBP dan penyalurannya. Karena Bapanas setara Menteri, tanpa Rakortas pun jadi, karena urusan mendesak. Terutama, menjaga ketahanan masyarakat dan inflasi. Maka beras dapat disalurkan melalui program strategis nasional yakni bansos melalui Rastra/Raskin untuk dihidupkan kembali. Atau dapat menggunakan istilah baru seperti Beras untuk rakyat,” ungkapnya.
Sementara itu Sobat AgriVisi, Perum BULOG menyambut terbitnya Perpres tentang CPP. Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik Perum BULOG, Mokhamad Suyamto mengatakan, pihaknya sudah menerima dan menyambut baik Perpres tentang Penugasan Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah kepada Bulog.
Terdapat 11 pangan yang menjadi perhatian pemerintah dalam menjaga ketersediaan pasokan dan stabilisasi harga. Namun, pada tahap pertama penyelenggaraan CPP meliputi tiga jenis yaitu beras, jagung, dan kedelai. Tahapan berikutnya akan ditetapkan oleh Kepala Badan Pangan Nasional.
Perpres No. 125/2022 menjelaskan soal kebijakan dari hulu hingga hilir dalam pengelolaan pangan mulai dari menjamin harga dan pasar bagi petani, menjaga ketersediaan pasokan bagi produsen berbahan baku pangan, penyimpanan sejumlah stok untuk cadangan dan penyeluran untuk pemanfaatan cadangan.
“Perpres ini sudah menjelaskan penyelenggaraan CPP melalui pengadaan, pengelolaan, dan penyalurannya. Namun, perlu ditindaklanjuti dengan peraturan-peraturan turunan untuk menjadi dasar operasional bagi penugasan kepada Bulog,” jelas Suyamto.