Sobat AgriVisi, dunia sedang menghadapi permasalahan genting terkait pemanasan global yang menyebabkan perubahan iklim. Nah, perubahan iklim tersebut berdampak serius lo pada sistem produksi pertanian sehingga mempengaruhi tingkat ketahanan pangan nasional.
Salah satunya, sistem produksi peternakan unggas petelur. Gelombang panas yang diikuti dengan cuaca tidak menentu dapat berdampak buruk bagi peternakan unggas seperti penurunan pertumbuhan, kesuburan, dan produksi telur yang dapat menyebabkan kerugian ekonomi bagi peternak dan subsektor peternakan.
Selain itu, stres panas yang muncul akan memicu penyakit menular seperti Coryza dan Colibacillosis sehingga mengancam kesehatan dan meningkatkan kematian unggas.
Lalu dalam kurun waktu sepuluh tahun ke depan, diperkirakan akan terjadi peningkatan suhu global yang memaksa peternak ayam petelur harus beradaptasi dampak perubahan iklim terhadap peternakannya. Diperkirakan pada tahun 2030 suhu akan meningkat sebesar 1,5 °C.
Peternak juga akan menyaksikan perbedaan drastis antara suhu siang dan malam yang semakin intens. Hal ini tentu menyebabkan kerugian ekonomi pada peternak ayam petelur.
Oleh karena itu Sobat AgriVisi, peternak harus merencanakan praktik adaptasi iklim untuk memerangi dampak buruk perubahan iklim. Salah satu penelitian di Indonesia menunjukkan bagaimana peternak ayam petelur mengalami kendala cuaca dan kenaikan suhu yang tidak dapat diprediksi.
Sehingga, memaksa peternak untuk menerapkan beberapa teknik adaptasi, seperti penggunaan penahan angin untuk meminimalkan paparan panas ayam, modifikasi pakan dan kandang.
Nah, menurut Diva Tanzil, Impact Finance Consultant Rabo Foundation, perlu penyadaran pada para peternak agar dapat menjaga produksi. “Perlu adanya permodalan sesuai dengan kebutuhan di lapangan untuk membentuk peternakan yang kuat agar produktivitas ternak tetap terjaga. Melihat perubahan iklim mulai nampak ke produktivitas sehingga awareness-nya perlu diperhatikan secara intensif,” jelasnya pada saat media gathering dan talkshow bertema “Praktik Pertanian Cerdas Peternakan Layer Demi Terwujudnya Sektor Pertanian yang Resilien Terhadap Perubahan Iklim” di Jakarta.
Nahrowi, Guru Besar Fakultas Peternakan IPB University mengatakan, dalam menghadapi dampak perubahan iklim pada sektor peternakan, kunci utamanya ada pada komposisi bahan pakan. “Harus membenahi pakannya agar seimbang dan tidak mengeluarkan suhu panas tubuh, tetapi tetap efisien,” ungkapnya.
Senada dengan Nahrowi, Iqbal Alim, Koordinator Unggas dan Aneka Ternak, Kementerian Pertanian mengatakan, ternak harus mendatangi sumber pakan. Lalu, pakan perlu tersebar merata dan jangan hanya melihat potensi peternak di Pulau Jawa saja.
“Di Indonesia terkait dengan perubahan iklim dan kaitannya dengan pakan perlu dikembangkan secara merata dan menyeluruh dari hulu hingga hilir. Perlu mengembangkan potensi peternakan terutama di wilayah timur Indonesia,” urainya.
Sementara itu, Ignatius Egan Jonatan, Head of Product Edufarmers mengatakan, Edufarmers sebagai mitra pelaksana riset praktik bertani pintar dalam memitigasi perubahan iklim, khususnya peternakan ayam petelur menemukan beberapa fakta. Yaitu, edukasi peternak dalam menghadapi tantangan perubahan iklim cukup minim dan masih berorientasi profit serta produktivitas.
“Perlu edukasi bagi peternak dan cara untuk mendorongnya yaitu dengan adopsi dalam menghadapi perubahan iklim. Harus melihat sisi peternakan dan berkontribusi terhadap peternak lebih hijau dan tidak harus bersebrangan sehingga dapat beriringan. Peternak dalam menghadapi perubahan iklim dengan mengatur kandang sedemikian rupa sehingga dapat memanfaatkan pangan sedikit mungkin dan biayanya semakin rendah untuk menghasilkan jumlah telur yang sama besarnya,” terangnya.
COO Edufarmers, Amri Ilmma mengatakan, memitigasi masalah perubahan iklim tidak bisa dicapai dengan semangat satu organisasi saja tapi perlu sinergi semua pihak. Edufarmers memiliki program unggulan Bertani untuk Negeri yang telah diikuti lebih dari 500 mahasiswa jurusan pertanian dan peternakan di Indonesia. Program ini telah mendampingi lebih dari 1.300 petani dan peternak dari berbagai wilayah.
“Setelah mengikuti program Bertani untuk Negeri, terlihat adanya peningkatakn hard-skill serta soft-skill pada peserta. Selain itu, petani dan peternak dampingan terlihat ada kemajuan dalam segi implementasi praktik bertani dan beternak ke arah lebih baik sehingga petani dapat meningkatkan manajemen, produktivitas, dan pendapatannya,” urainya.
Agrinnovation Cenference
Menyadari banyaknya potensi dan peluang di sektor agritech, Edufarmers akan menyelenggarakan konferensi agriteknologi (agritech) bernama Agrinnovation Conference ada 15 Maret 2023. Yos Fahleza Rahmatullah, Head of Business and Channel Development mengatakan, acara akan menghadirkan sejumlah praktisi dari lembaga pemerintahan, agritech, modal ventura, serta komunitas pertanian.
Agrinnovation Conference akan menjadi wadah bagi para pemain di ekosistem agrikultur dan teknologi untuk membahas topik terkait masalah yang selama ini terjadi di lapangan. Selain itu juga akan dikupas kiat sukses startup–startup unicorn dalam mendapatkan pendanaan serta menjadi wadah untuk para peserta mendapatkan relasi bisnis.