Kedelai menjadi salah satu sumber pangan selain padi dan jagung yang digemari hampir semua lapisan usia. Kebutuhan komoditas pangan penghasil protein nabati ini setiap tahunnya terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk dan kebutuhan bahan baku industri olahan seperti tahu, tempe, kecap, dan susu.

 

Mencermati hal tersebut, pada tahun ini Kementerian Pertanian melakukan upaya menjamin ketersediaan kedelai, utamanya untuk mencukupi kebutuhan konsumsi rumah tangga melalui fasilitasi pengembangan 52 ribu ha kedelai yang tersebar di 16 daerah. Satu di antaranya adalah di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.

 

Menurut Kepala Dinas Pertanian Grobogan, Sunanto, kedelai sebagai kearifan lokal karena hasil seleksi terus-menerus sehingga menjadikan Grobogan sebagai salah satu sentra kedelai nasional.

 

“Dari hasil seleksi terus-menerus itu menghasilkan varietas Grobogan. Jadi, varietas Grobogan itu bukan dari hasil pemuliaan tapi dari seleksi pemurnian varietas. Dan, ini berlangsung lama sehingga menghasilkan varietas unggul nasional,” kata Sunanto saat ditemuai di kantornya, Kamis (24/2).

 

Menurut Sunanto, kedelai varietas Grobogan memiliki beberapa keunggulan, yaitu bukan termasuk kedelai GMO atau nontransgenik. Kemudian, potensi produksi tinggi mencapai 3,2 ton per hektar. Bahkan, petani di Grobogan pernah menghasilkan kedelai sebesar 3 ton per hektar.

 

“Keunggulan lainnya kadar protein kedelai Grobogan tinggi, mencapai 43 persen. Selain itu, umur penanaman pendek, hanya 85 hari. Dan saat panen, daunnya sudah rontok sehingga memudahkan pemanenan sehingga polong kering,” ungkapnya.

 

Sebagian besar hasil panen kedelai Grobogan digunakan sebagai benih. Sisanya diserap oleh DIY dan Jawa Barat (Sumedang) yang selama ini menggunakan kedelai Grobogan sebagai sumber olahan pangan.

 

Sunanto menjelaskan, keuntungan menanam kedelai tidak lebih rendah daripda padi atau jagung. Hasil analisis usaha yang dilakukan Dinas Pertanian Grobogan menunjukkan, jika dihitung harian maka pendapatan petani kedelai Rp152 ribu per hari dengan input usaha tani per hektar hanya Rp5 juta.

 

Sedangkan, hasil panen padi per hari kurang lebih Rp143.500 dan jagung Rp127 ribu per hari dengan input usaha tani masing-masing rerata sebesar Rp15 juta per hektar.

 

“Kita ketahui, jagung itu butuh 110 hari. Kalau padi, sekitar 115 hari dan kedelai hanya 85 hari.  Sehingga kalau misalnya pendapatan dibagi waktu tanam maka sebenarnya kedelai paling menguntungkan,” imbuhnya.

 

Namun, Sunanto menegaskan, kunci agar petani kembali bergairah menanam kedelai dan mendapatkan keuntungan adalah adanya jaminan kepastian harga.

 

Secara terpisah, Direktur Aneka Kacang dan Umbi, Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Yuris Tiyanto menyampaikan 16 daerah pengembangan kedelai. Yaitu, meliputi Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, Nusa Tenggara Timur, Riau, Jambi, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Bali, Kalsel, Sulteng, Sultera, dan Sulbar.

 

Ia mengajak peran off taker (penjamin pasar) sebagai avalis pembiayaan. “Dengan menggandeng off taker maka dimungkinkan untuk menjadi penjamin untuk pembiayaan KUR dan sekaligus pemasaran hasil petani kedelai,” ungkapnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here