Sobat AgriVisi, masyarakat Papua ternyata meminati konsumsi ikan nila lo! Selain karena ketersediaan lahan yang mencukupi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pun mengembangkan budidaya ikan nila di Papua sebagai upaya meningkatkan produksi perikanan budidaya nasional.
“Papua mempunyai potensi lahan sangat luas, termasuk di Jayapura dan cocok untuk pengembangan budidaya ikan nila. Selain itu, minat konsumsi ikan nila masyarakat Papua sangat tinggi. Harapannya ini mampu meningkatkan produksi dan ekonomi di Jayapura dan Papua pada umumnya,” ujar Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP, Tb Haeru Rahayu.
Pengembangan budidaya ikan nila di Papua ini diharapkan mampu mendukung peningkatan produksi budidaya ikan nila nasional yang ditargetkan mencapai sekitar 2 juta ton di tahun 2023. Di samping itu, juga mampu memenuhi permintaan pasar terhadap komoditas ini yang juga meningkat.
Selain untuk konsumsi lokal, ikan ini juga merupakan komoditas ekspor terutama ke Amerika Serikat, yang diekspor dalam bentuk fillet.
Tebe menambahkan, saat ini bisnis budidaya ikan nila masih menjadi salah satu bisnis yang banyak diminati oleh masyarakat Indonesia. Pasalnya, pengelolaan budidaya yang relatif mudah. Ikan bernama beken tilapia ini pun sangat diminati masyarakat dan memiliki daya tahan yang baik terhadap penyakit.
“Ikan nila termasuk ikan yang kuat terhadap serangan penyakit, masa pemeliharaan hanya 3 sampai dengan 4 bulan. Makanya komoditas ini sangat cocok untuk menjadi usaha dan bisnis budidaya di masyarakat, karena sangat menjanjikan dan peluang menghasilkan keuntungan lebih besar” ujarnya.
Berdasarkan Trademap tahun 2021, Indonesia termasuk negara di posisi kelima sebagai pengekspor produk ikan nila di pasar global.
“Selain udang dan komoditas lain, ikan nila pun akan menjadi prioritas untuk terus kami kembangkan. Bukan hanya untuk kebutuhan dalam negeri tapi untuk ekspor. Dengan potensi lahan, tenaga kerja, teknologi budidaya yang tersedia dan telah dikuasai, serta tersedianya jaminan mutu, produksi dan peningkatan ekspor bisa lebih baik,” tuturnya.
Sobat AgriVisi, Kepala Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Tatelu, Christian Maikel Eman turut menjelaskan, budidaya ikan nila di Papua menggunakan teknologi bioflok.
Keunggulan budidaya nila sistem bioflok ini antara lain padat tebar yang lebih tinggi bisa mencapai 100 ekor/m3 sehingga panen bisa lebih banyak. FCR (nilai konversi pakan) budidaya ikan nila sistem bioflok 0,8-1. Sedangkan pada sistem konvensional, nilai FCR-nya berkisar 1,3-1,5.
Dengan demikian, ada efisiensi penggunaan pakan serta efisiensi lahan. “Konsep budidaya ikan nila sistem bioflok dinilai pas dan tepat untuk diterapkan di tanah Papua,” katanya.
Hingga saat ini KKP telah memberikan bantuan unit mesin pakan ikan mandiri dan budidaya ikan nila sistem bioflok serta penyediaan benih unggul. Selain itu, untuk mempercepat terwujudnya kesuksesan pengembangan budidaya ikan nila sistem bioflok, KKP juga memberikan pendampingan teknologi oleh tenaga ahli yang didatangkan dari BPBAT Tatelu dan juga bantuan penyuluh.
Ketua Kelompok Pembudidaya Ikan Nila Sistem Bioflok, Pokdakan Raliyauw, Frans Pouw mengakui, keuntungan dengan bioflok yaitu mudah perawatannya, pascapanennya juga mudah, dan bisa menghemat pakan. Satu kolam bioflok ditebar 1.000 ekor dengan target panennya sebanyak 250 kg per siklus per kolam.
Atau dengan menerapkan sesuai apa yang diajarkan, Pokdakan Raliyauw menargetkan bisa berhasil panen ikan nila sebanyak 2 ton dari 8 kolam per siklus.
“Kelompok kami berterima kasih kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan. Dengan adanya bantuan budidaya ikan nila dengan sistem bioflok, semoga bisa lebih menguntungkan lagi,” katanya.
Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono menyebutkan produksi tilapia akan terus digenjot mengingat besarnya permintaan pasar internasional terhadap komoditas perikanan tersebut. KKP akan fokus pada komoditas yang berorientasi ekspor berbasis komoditas unggulan di pasar global antara lain udang, lobster, kepiting, rumput laut dan nila.