Nelayan di Pantura Jawa menghadapi kendala usaha perikanan tangkap. Di antaranya, proses perizinan kapal yang menggunakan jaring tarik berkantong dipersulit, pengurusan sertifikasi kelaikan kapal perikanan yang lama, kelangkaan bahan bakar minyak (BBM), izin alokasi penangkapan ikan di dua wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI), serta tarif pungutan hasil perikanan (PHP) yang memberatkan.

 

Hal ini terungkap pada Sosialisasi dan Konsultasi Perizinan Berusaha Subsektor Perikanan Tangkap di Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (16/7). Pada kesempatan tersebut, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), menyerap aspirasi serta mendengarkan masukan perwakilan nelayan dan pelaku usaha perikanan tangkap Pantai Utara (Pantura) Jawa Barat dan Jawa Tengah.

 

Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Muhammad Zaini menegaskan KKP terus berupaya memberikan solusi bagi para nelayan. Berbagai pelayanan dan kemudahan diberikan untuk mendukung aktivitas perikanan tangkap.

 

“Masalah perizinan sudah clear, kapal eks-cantrang didorong untuk beralih menggunakan jaring tarik berkantong. Yang perlu digarisbawahi adalah tidak untuk perizinan kapal baru,” tegasnya di hadapan para nelayan.

 

Zaini menyarankan kepada pelaku usaha perikanan tangkap agar dapat menggunakan alat penangkapan ikan lainnya yang ramah lingkungan dan tidak dilarang. Antara lain pancing, jaring insang, pukat cincin dan lainnya sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2021.

 

Menjawab keluhan nelayan terkait kelangkaan BBM, Zaini mengatakan hal ini tidak terlepas dari resesi global yang melanda sehingga berdampak pada berbagai sektor, termasuk sektor kelautan dan perikanan. Sedangkan usulan BBM khusus industri bagi kapal perikanan akan segera dikoordinasikan dengan lembaga terkait yang menangani.

 

“BBM bersubsidi hanya untuk nelayan kecil, tidak untuk pelaku usaha dengan kapal besar. KKP juga sudah teken kesepakatan bersama dengan kementerian/lembaga terkait BBM ini dengan harapan kuota untuk nelayan semakin terpenuhi, distribusi semakin cepat, serta penyaluran di berbagai SPDN akan semakin lancar,” bebernya.

 

Sementara terkait sertifikasi kelaikan kapal perikanan, merupakan hal baru bagi KKP karena sebelumnya dilakukan di Kementerian Perhubungan. Identifikasi permasalahan yang ada serta masukan dari para pelaku usaha akan segera ditindaklanjuti. KKP juga memastikan akan menerjunkan petugas kelaikan kapal perikanan untuk memberikan pelayanan kepada nelayan.

 

“Kalau terkait alokasi dua WPPNRI yang berdampingan, dapat diberikan di 711 dan 712 serta 712 dan 713 untuk kebijakan penangkapan ikan terukur kedepannya. Ini bagi pelaku usaha yang memiliki ukuran dibawah 100 GT,” tandasnya.

 

Menanggapi permintaan nelayan terkait revisi Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2021 dan indeks tarif PHP Pascaproduksi yang dirasa memberatkan, Zaini menyatakan akan segera melakukan kajian mendalam dengan melibatkan nelayan, pelaku usaha, peneliti dan akademisi.

 

Pada kesempatan tersebut, sosialisasi tentang denda administrasi juga dilakukan. Para nelayan meminta agar KKP mengedepankan tindakan pembinaan dalam pelaksanaan penegakkan hukum kapal perikanan.

 

Hadir pada kegiatan tersebut Direktur Pengawasan Sumber Daya Perikanan Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Inspektur II Inspektorat Jenderal KKP, Sekretaris Ditjen Perikanan Tangkap, Plt Direktur Perizinan dan Kenelayanan, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), serta 81 orang nelayan dan pelaku usaha perikanan tangkap Pantai Utara Jawa Barat dan Jawa Tengah.

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here