MPPI berperan besar dalam pemenuhan kebutuhan pangan - MPPI

Sobat AgriVisi, kehadiran Masyarakat Perbenihan dan Perbibitan Indonesia (MPPI) diharapkan menjadi perekat pelaku usaha di dunia perbenihan dan perbibitan dalam negeri. Termasuk di dalamnya, pemerintah dan lembaga penelitian di perguruan tinggi.

Seluruh elemen bangsa tersebut diharapkan bersatu untuk meningkatkan produksi pangan dalam mendukung ketahanan pangan.

Dalam Pengukuhan Pengurus MPPI periode 2022-2027, Herman Khaeron, Ketua Umum MPPI menyatakan, MPPI menjadi wadah entitas pelaku dan praktisi yang bisa mempertahankan Indonesia sebagai negara agraris yang berdaulat dan mandiri.

MPPI merupakan komunitas yang berperan besar dalam pemenuhan kebutuhan pangan sesuai implementasi Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. “Sektor pertanian sektor yang tidak bisa kita tinggalkan, tidak bisa kita anggap enteng,” tegasnya pada acara Pengukuhan Pengurus MPPI 2022-2027 di Auditorium RNI, Jakarta, Rabu (30/11).

Menurut Herman, petani juga menjadi bagian yang tidak bisa ditinggalkan dalam mengejar sektor pangan. Karena itu ia berharap, sebagai sebuah forum, MPPI harus menjadi pengikat untuk berdiskusi, melahirkan ide dan gagasan, bahkan menampung curahan hati seluruh pihak di dunia perbenihan dan perbibitan di Tanah Air.

“Jadi sebagai organisasi naungan, harusnya MPPI menjadi organisasi pejuangan, baik sektor perbenihan maupun pertanian. Bahkan, menjadi wadah yang melahirkan solusi bagi bangsa,” kata anggota DPR Komisi VI itu.

Pada kepengurusan MPPI periode ini, Herman didampingi didampingi Adhie Widihartho sebagai Sekjen MPPI. Kemudian, Prof. Dr. M. Jafar Hafsah ditetapkan menjadi Ketua Dewan Penasehat MPPI dengan Ketua Dewan Pembina MPPI adalah Prof. Dr. Rachmat Pambudy, MS dan Ketua Dewan Pakar MPPI yaitu Dr. Dwi Asmono, MS, APU.

Menteri BUMN, Erick Thohir hadir memberikan sambutan kunci dalam kegiatan ini. Erick mengatakan, pangan merupakan jantungnya pembangunan. Karena itu jika bangsa Indonesia ingin mandiri pangan, maka bibit dan benihnya harus baik dan tersedia.

Terlebih, menurut Erick, peluang permintaan pangan akan sangat besar seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang membaik hingga 2024. Masyarakat kelas menengah Indonesia pada tahun 2030 akan mencapai 145 juta jiwa dan akan naik menjadi 220-an juta jiwa di 2045 lo Sobat AgriVisi.

“Artinya, daya beli makin meningkat karena pertumbuhan ekonomi. Konteks lain artinya perlu pangan, perlu makan,” ungkapnya.

Sementara itu, Herman mengatakan, kehadiran Menteri BUMN dalam acara Pengukuhan Pengurus MPPI merupakan out of the box. Agresivitas dan strategi baru dalam pengelolaan Kementerian BUMN, ulasnya, patut diapresiasi.

Misalnya,  selama dua tahun bangsa Indonesia dihantam krisis Covid-19, Kementerian BUMN bergerak paling agersif. Begitu pula saat bencana alam.

“Ketika kita mulai lemah di sektor pertanian, Kementerian BUMN membuat gebrakan baru dengan membuat ID FOOD yang di dalamnya semakin masuk ke sektor hulu. SHS (Sang Hyang Sri) diposisikan sebagai penyedia benih,” terang Herman.

Ke depan, BUMN juga menjadi bagian penting dalam pelaksanaan UU No. 18 Tahun 2012 menuju pangan yang berdaulat dan mandiri. “Kami tawarkan MPPI menjadi wadah entites pelaku dan praktisi untuk bisa mempertahankan Indonesia yang merupakan negara agraris, bisa berdaulat dan mandiri,” ujarnya.

Sobat AgriVisi, saat Pengukuhan Pengurus MPPI juga berlangsung Talkshow “Revolusi Perbenihan dan Perbibitan Mengantisipasi Krisis Pangan Global”. Bincang-bincang tersebut menghadirkan pembicara yaitu Komisaris Utama PT ID Food/RNI, Bayu Krisnamurthi; Ketua Umum PERAGI, M. Syakir; dan Deputi I Bidang Ketersediaan dan Stabilitas Pangan, Badan Pangan Nasional, I Gusti Ketut Astawa.

Bayu menjelaskan tentang tantangan dalam membangun sistem pangan. Ia menilai, sistem perbenihan dan perbibitan harus bisa menjawab tantangan pangan tersebut.

Untuk itu, MPPI harus bisa membangun sistem perbenihan. Bukan sekadar meproduksi benih tapi juga mendistribusikan benih dengan lebih profesional. “Kalau perlu, kita meninjau ulang sistem perbenihan,” katanya.

Bayu melihat setidaknya ada lima tantangan dalam sistem perbenihan dan perbibitan. Pertama, benih dan bibit adalah industri yang berbasis riset. Riset dan pengembangan adalah sebuah keharusan dalam industri benih. “Bagaimana bisa mendapatkan benih tahan kering, perlu dengan riset,” cetusnya.

Kedua, benih memerlukan iklim bisnisi yang sehat. Pasalnya untuk mendapatkan benih unggul, lebih spekulatif dibandingkan budidaya itu sendiri. Jika tidak terjaga industri benihnya, maka tidak akan ada yang minat berinvestasi.

Ketiga, untuk mendapatkan produktivitas benih yang tinggi, diperlukan teknologi modern. Keempat, industri benih harus bisa berinteraksi dengan petani, khususnya memberikan bimbingan kepada petani.

“Tantangan kelima adalah bagaimana kita kerja sama. Kerja sama bagian yang tak terelakan dalam pengembangan perbenihan dan perbibitan,” pungkasnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here