
Kementerian Pertanian mendeklarasikan langkah-langkah konkret untuk mencegah resistensi antimikroba atau Antimicrobial Resistance (AMR) di Indonesia bersama World Organization of Animal Health (WOAH), Badan Pangan dan Pertanian (FAO), serta industri perunggasan dan farmasi di Indonesia.
Deklarasi ini dilaksanakan hari Selasa (22/11) dalam rangka memperingati Pekan Perayaan Kesadaran Antimikroba Sedunia yang jatuh pada tanggal 18-24 November 2022.
Sobat AgriVisi, dalam kesempatan tersebut Nasrullah, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) menyampaikan, deklarasi yang dilakukan mencakup lima poin penting untuk mendorong pencegahan AMR, terutama di lingkup industri perunggasan dan farmasi. Kelima poin tersebut yaitu pertama, berkomitmen dalam penggunaan antimikroba dengan bijak yang tepat jenis dan tepat dosis sesuai resep.
Kedua, meningkatkan biosekuriti dan vaksinasi untuk mengurangi tingkat infeksi. Ketiga, mengurangi penggunaan antimikroba di peternakan dan penerapan manajemen limbah yang baik.
Keempat, berinvestasi untuk menekan laju resistensi antimikroba. Terakhir, berkolaborasi antarindustri dan akademisi untuk berbagi data dan informasi dalam upaya memerangi resistensi antimikroba.
Pihak industri perunggasan dan farmasi yang menandatangani deklarasi tersebut adalah PT Charoen Pokphand Indonesia, PT Japfa Comfeed Indonesia, Tbk, PT Medion Farma Jaya, PT Satya Samitra Niagatama, PT Agrinusa Jaya Santosa, dan PT Elanco Animal Health Indonesia. Mereka sebagai perwakilan dua pemangku kepentingan industri perunggasan swasta dan empat perusahaan obat hewan.
Keenam perusahaan tersebut juga akan mengajak perusahaan lain untuk dapat ikut berkomitmen mengatasi permasalahan resistensi antimikroba.
“Deklarasi ini merupakan bentuk komitmen dan merupakan langkah nyata dari dukungan pihak industri terhadap Rencana Aksi Nasional Pengendalian Resistensi Antimikroba Tahun 2020-2024,” ungkap Nasrullah.
Langkah ini, sambungnya ”Merupakan tindak lanjut hasil pertemuan G20 di Bali, di mana negara-negara anggota G20 berkomitmen meningkatkan upaya ketahanan sistem pangan dan pertanian melalui kerja sama yang efektif dengan stakeholder terkait, melalui promosi kerja sama public private, investasi pengembangan kapasitas dan inovasi solusi permasalahan dampak produksi yang berkelanjutan,” imbuhnya.
Pada kesempatan tersebut Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo juga mengajak berbagai pihak khususnya sektor swasta untuk berkontribusi nyata dalam aksi pengendalian AMR di Indonesia.
Ancaman Kesehatan Global
Sobat AgriVisi, subsektor peternakan merupakan salah satu subsektor yang sangat penting dalam upaya mengendalikan resistensi antimikroba. Menurut Nasrullah, AMR dapat mengancam produktivitas ternak dan berpotensi menghambat penyediaan pangan bagi masyarakat. Lantaran, hewan yang sakit kehilangan kemampuannya untuk membunuh mikroorganisme yang menginfeksi ternak.
“Resistensi antimikroba tidak hanya berdampak pada meningkatnya tantangan manajemen kesehatan hewan, namun juga ancaman bagi kesehatan masyarakat karena bakteri resisten dapat menyebar melalui rantai makanan,” ungkap Nasrullah.
Antimikroba sangat diperlukan bagi subsektor peternakan dan banyak digunakan di industri perunggasan. Oleh karena itu, dibutuhkan inisiatif dari pihak industri perunggasan untuk berperan secara konkret dalam upaya pencegahan AMR melalui penerapan praktik-praktik yang baik di tingkat budidaya dan penyediaan pangan asal hewan.
Nasrullah juga menegaskan, momentum ini menjadi wadah untuk memperkuat kerja sama Public Private Partnership (PPP) industri perunggasan dalam melakukan praktik baik penggunaan antimikroba yang bijak dan bertanggung jawab.
Komitmen Bersama
Sistem kesehatan global mempraktikkan pendekatan kolaboratif One Health untuk pengendalian AMR yang efektif. Salah satunya, melalui promosi praktik–praktik terbaik untuk mengurangi penggunaan antimikroba untuk mencegah munculnya mikroba yang kebal antimikroba pada manusia, hewan, serta lingkungan.
“Sebagai tindak lanjut dari deklarasi ini, kami sangat berharap agar sektor industri dapat terlibat langsung dalam penyusunan dan implementasi kebijakan AMR ke depannya,” ujar Nasrullah seraya mengapresiasi dukungan pihak swasta.
Ia melihat bahwa deklarasi ini menjadi langkah awal demi terjalinnya kerja sama yang berkelanjutan untuk menghambat laju AMR.
Agus Suprapto, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan memaparkan, komitmen swasta menjadi penting dalam pencapaian penurunan penggunaan antimikroba di peternakan ayam broiler karena profilaksis.
”Ke depannya, industri peternakan juga diharapkan dapat menerapkan kompartementalisasi di peternakan, memenuhi syarat Nomor Kontrol Veteriner (NKV) untuk peternakan ayam petelur, dan berkontribusi dalam surveilans AMR/AMU. Hal ini untuk menjamin kualitas produk protein hewani aman dari resistensi antimikroba sehingga anak dapat tumbuh sehat dan cerdas, serta terhindar dari stunting,” ujar Agus.
Sementara itu, Ronello C Abila, Perwakilan Sub-Regional WOAH untuk Asia Tenggara mengatakan, “Peningkatan praktik penggunaan antimikroba yang bertanggung jawab dan bijaksana, pemantauan jumlah antimikroba yang digunakan pada hewan dan tingkat kesadaran yang tinggi berperan penting untuk memerangi resistensi antimikroba dan WOAH akan terus mendukung Indonesia dengan segala cara sebagai anggota dari organisasi.”
“Kolaborasi dan koordinasi multisektoral sangat dibutuhkan untuk pengendalian ancaman AMR di Indonesia yang efektif serta mendorong tercapainya sistem pertanian pangan yang lebih berkelanjutan dan tangguh,” tutur Rajendra Aryal, perwakilan FAO untuk Indonesia dan Timor Leste.
FAO akan terus mendukung pemerintah Indonesia dalam upaya pengendalian AMR menggunakan pendekatan One Health dengan dukungan dari Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID).
Pasalnya, AMR merupakan permasalahan kompleks yang membutuhkan pendekatan multisektoral dan terpadu. Dalam semangat One Health, deklarasi bersama ini menjadi landasan untuk menjalin kerja sama yang lebih kuat ke depannya antara pihak pemerintah dan swasta, serta mendorong inisiatif-inisiatif baru dari multipihak dalam upaya mengendalikan laju AMR di Indonesia.