Sebelum digiling menjadi beras, gabah yang telah dipanen wajib dikeringkan terlebih dahulu. Tujuannya, beras tidak rusak atau banyak yang patah (broken) saat digiling. Kalau banyak beras yang patah, harga beras juga anjlok.
Menurut Peraturan Menteri Perdagangan No. 57/2017 tentang Harga Eceran Tertinggi Beras, harga beras premium sekitar Rp12.800-Rp13.600 per kg sedangkan beras medium cuma Rp9.450-Rp10.250 per kg.
Beras premium adalah beras yang mengandung maksimal 15 persen beras patah. Kalau beras medium, maksimal memiliki 25 persen beras patah. Lalu, bagaimana mengeringkan gabah yang benar?

Pentingnya Pengeringan
Gabah yang telah dipanen atau gabah kering panen (GKP) dikeringkan untuk menurunkan kadar air. adar air GKP umumnya 20-25 persen lalu diturunkan menjadi 14 persen dan disebut gabah kering giling (GKG). Tentu saja, gabah yang telah dikeringkan ini harganya juga lebih tinggi ketimbang gabah kering panen.
Pengeringan gabah bisa dilakukan secara tradisional dan mekanis. Sistem pengeringan tradisional mengandalkan sinar matahari dengan menyebarkan gabah di alas tikar, terpal, dan lantai jemur. Sisem ini disebut juga pengeringan alami.
Penjemuran gabah beralas tikar dan terpal biasanya dilakukan di pinggir jalan depan rumah atau trotoar dalam skala kecil hingga sedang. Pengeringan di lantai jemur umumnya dilakukan pada skala besar oleh para pengumpul dan penggilingan padi.
Pengeringan secara mekanis menggunakan dryer (pengering). Berdasarkan mobilitasnya, di lapang ada 2 jenis dryer, yaitu mobile dryer (pengering bergerak) dan fixed dryer (pengering menetap).
Mobile dryer menganut sistem jempot bola. Artinya, dryer ini berpindah-pindah keliling desa untuk mengeringkan gabah di sawah. Gabah bisa pula dikeringkan di penggilingan padi (rice milling) menggunakan fixed dryer.

Keunggulan Pengeringan
Masih banyak petani yang melakukan pengeringan secara tradisional mengandalkan sinar matahari. Meski dalam skala kecil terlihat mudah, murah, dan praktis dilakukan, metode seperti ini sebenarnya kurang efektif dan efisien.
Kendala yang dihadapi dalam pengeringan tradisional yaitu sangat tergantung kondisi cuaca. Pengeringan tidak optimal dilakukan saat musim hujan atau cuaca mendung.
Gabah yang dikeringkan di terpal atau lantai jemur juga mudah kotor karena debu atau sampah yang terbawa angin, bahkan diinjak-injak dan dimakan binatang, seperti ayam. Pada skala luas, membutuh banyak tenaga kerja untuk menjemur dan membolak-balik gabah yang dikeringkan.
Yang lebih merugikan, potensi kehilangan gabah sangat tinggi. Gabah banyak tercecer saat dijemur dan hasil pengeringan tidak merata karena cuaca atau pembolak-balikan yang tidak optimal.
Pengeringan menggunakan dryer atau secara mekanis membutuhkan biaya besar dari sisi investasi dan operasional. Tidak bisa dibantah, petani juga banyak yang masih gagap teknologi pengeringan sehingga perlu mengejar ketertinggalan.

Tetapi, pengeringan secara mekanis memiliki lebih banyak keuntungan daripada pengeringan tradisional. Seperti, menjaga kualitas gabah dengan pengeringan yang merata, bisa dilakukan siang dan malam tanpa mengenal cuaca, dan meningkatkan kapasitas pengeringan.
Kemudian, mudah dalam operasional dan pengawasan, waktu pengeringan lebih singkat, menghemat biaya tenaga kerja, serta mengurangi potensi kehilangan gabah saat penjemuran.
Jadi, mau pilih tradisional atau mekanis?