Pemerintah menyiapkan benih kedelai sumber yang adaptif terhadap berbagai kondisi agroklimat di lingkungan tropis. Salah satunya, benih rakitan Badan Litbang Pertanian (Balitbangtan).
Menurut M Muchlish Adie, Peneliti ahli utama Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, Kementerian Pertanian (Kementan), benih sumber hasil penelitian Balitbangtan memiliki keunggulan yang luar biasa dan mampu menghasilkan produk di atas rata-rata. Secara hitung-hitungan, satu ton benih sumber kedelai untuk 20 hektar. Atau, per hektar membutuhkan 50 kg benih sumber.
“Selama ini setiap tahun kami menyebarkan 30 ton benih sumber kedelai berbagai varietas untuk dikembangkan kembali para penangkar benih sebelum menjadi benih siap tanam untuk kedelai konsumsi” ujar Adie.
Muchlis menjelaskan, asal-usul kedelai dari daerah subtropis. Dari semua tanaman pangan, kedelai pertama dilepas yaitu pada 1918.
“Sampai sekarang sudah hampir 100 tahun dan sudah cocok sekali dengan kondisi Indonesia. Kami sudah mengembangkan 114 varietas kedelai yang cocok dengan kondisi iklim kita. Kalau banyak orang yang menilai hasilnya gagal karena kondisi subtropis, saya kira itu salah besar,” urainya.
Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, Muchlish optimis dengan pemetaan lokasi penangkar benih yang tersebar di beberapa propinsi mampu menyuplai benih. Ia juga yakin target pemerintah memenuhi kebutuhan kedelai lokal bisa diwujudkan secara cepat tapi bertahap. Dengan catatan, semua pihak terlibat dan mendukung kemampuan bangsa sendiri dalam menghasilkan produksi berkualitas.
Puncak pertanaman kedelai di bulan Juni/Juli adalah masa optimal pertanaman. “Bulan Januari hingga Maret biasanya masa penyiapan benih. Nanti pada Juni/Juli puncaknya produksi kedelai. Sentra kedelai di 10 propinsi saya yakin bisa bagus produksinya,” imbuhnya.
Kunci Keberhasilan Produksi
Mendapatkan produksi kedelai yang optimal, ungkap Muchlish, terletak pada strategi populasi benih yang ditanam di satu hektar lahan. Idealnya, petani menanam dengan populasi 250 ribu tanaman dalam satu hektar lahan. Pola ini dilakukan di beberapa wilayah seperti Kendal dan Nganjuk dan berhasil baik.
“Yang sering terjadi, populasinya hanya 150 ribu tanaman dan akhirnya tidak maksimal. Untuk itu, kami dari Balitbangtan perlu melakukan pendampingan pada petani,” tambahnya.
Selain itu, keberadaan sumber benih mandiri sangat diperlukan di sentra pertanian kedelai. Ini untuk mengurangi ketergantungan pada benih luar daerah serta kemampuan memenuhi kebutuhan lokal.
“Kalau bisa setiap provinsi mampu menyediakan benih sendiri. Kita bisa menyuplai benih sumbernya. ‘Kan kita punya BPTP di setiap provinsi, dimana selalu ada penangkarnya yang bisa menjadikan benih sumber,” katanya.
Selain itu, Muchlish menilai pentingnya keterlibatan off taker dalam mewujudkan kedelai lokal yang berkualitas tinggi. Mereka yang akan membantu petani dan negara dalam mengelola pertanian khusus kedelai secara bagus.
“Harus ada keterlibatan off taker karena negara tidak memiliki banyak uang untuk benih BR (benih tanam konsumsi). Petani perlu diberikan jaminan harga yang baik sehingga terus bersemangat bertani. Pola tanam diatur dengan baik dan menguntungkan petani,” tandasnya.