Indonesia mampu memerangi praktik illegal, unreported, unregulated fishing (IUUF). Demikian tegas Sakti Wahyu Trenggono, Menteri Kelautan dan Perikanan saat bertemu Perwakilan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia di Indonesia (Food Agriculture Organization/FAO Representative in Indonesia), Rajendra Aryal di Jakarta, Rabu (22/9/2021).
KKP, ulas Trenggono, telah menyusun peta jalan sektor perikanan yang dapat digunakan hingga puluhan tahun mendatang untuk memerangi IUUF. Melalui peta jalan ini Indonesia akan menerapkan kebijakan penangkapan ikan terukur dalam mengelola sumber daya alam perikanan yang ada di perairan Indonesia termasuk Zona Ekonomi Ekslusif pada awal Januari 2022.
“Kebijakan (penangkapan terukur) ini untuk menjawab persoalan IUU Fishing. Sebab, mengatasi persoalan illegal fishing tidak hanya dengan menangkap kapal-kapal pelaku illegal fishing tapi juga mengelola sumber daya perikanan dengan benar sesuai dengan prinsip ekonomi biru,” ungkapnya.
IUUF menjadi persoalan global sebab dampak yang ditimbulkan tidak sebatas kerugian ekonomi suatu negara. Tetapi, juga terjadi perbudakan terhadap anak buah kapal (ABK) hingga mengakibatkan kerusakan ekosistem laut.
Praktik IUUF dinilai merusak ekosistem lantaran para pelaku melakukan penangkapan secara berlebih menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan sehingga mengancam populasi biota laut, khususnya yang dilindungi.

Dengan kebijakan penangkapan ikan terukur, Trenggono menjelaskan, Pemerintah Indonesia menjamin kualitas produk perikanan mulai dari proses penangkapan hingga sampai ke konsumen. Yaitu, penangkapan harus menggunakan alat ramah lingkungan dan jumlah ikan yang ditangkap dibatasi dengan sistem kuota untuk memastikan ekosistem laut tetap sehat.
Melalui kebijakan penangkapan terukur ini, zona penangkapan nantinya terbagi dalam tiga segmen. Yakni zona industri, zona spawning ground (tempat memijah ikan), dan zona nelayan tradisional atau lokal. Dengan begitu, sumber daya alam perikanan yang ada dapat dirasakan manfaatnya oleh semua kalangan mulai dari nelayan tradisional hingga pelaku industri.
Kebijakan ini merupakan implementasi prinsip ekonomi biru yang menjadi acuan negara-negara di dunia dalam mengelola sumber daya alam perikanan yang dimiliki. “Ini implementasi dari Blue Economy sehingga laut menjadi sehat. Kemudian, bagaimana kami menjaga kualitas perikanan sejak dari produksi hingga sampai ke konsumen,” paparnya.
Penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur sekaligus mendorong distribusi pertumbuhan ekonomi di Indonesia lebih merata sebab pendaratan ikan harus di pelabuhan yang tidak jauh dari area penangkapan. Saat ini pendaratan cenderung terpusat di pelabuhan-pelabuhan yang ada di Pulau Jawa.
Menteri menambahkan, KKP juga mengimplementasikan prinsip ekonomi biru pada subsektor perikanan budidaya. Hal ini dibuktikan dengan upaya revitalisasi tambak-tambak tradisional menjadi lebih modern yang dilengkapi instalasi pengolahan air limbah (IPAL), tandon, serta irigasi. Revitalisasi akan meningkatkan produktivitas tambak dan pengelolaannya pun ramah lingkungan.
Rajendra Aryal memberikan apresiasi atas road map pengelolaan sumber daya perikanan yang dibangun KKP. Road map tersebut sejalan dengan prinsip ekonomi biru yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan.
Untuk itu, FAO siap mendukung termasuk mempromosikan road map pengelolaan perikanan yang digagas KKP ke negara-negara pendonor. Sehingga, program bantuan pembangunan sektor kelautan dan perikanan berkelanjutan dapat diimplementasikan di Indonesia.