Tahan penyakit, mudah diberi pakan, dan tingkat kelangsungan hidupnya tinggi, hingga 90%, omzet budidaya bubara mencapai Rp100 juta per siklus.
Untuk memenuhi kebutuhan domestik dan ekspor, pemerintah mendorong peningkatan produktivitas budidaya bubara. Ikan laut yang terkenal dengan nama ikan kuwe ini memiliki serapan pasar cukup tinggi karena kelezatan rasanya.
“Melalui kegiatan perekayasaan yang cukup panjang, ikan bubara telah berhasil dibenihkan secara massal oleh tim teknis BPBL Ambon sejak tahun 2018, setelah sebelumnya kebutuhan akan ikan bubara di pasar hanya dipenuhi oleh hasil tangkapan dari alam,” ujar Dirjen Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan perikanan, TB Haeru Rahayu (16/9).
Pada 2020 BPBL Ambon berhasil memproduksi calon induk ikan bernama ilmiah Caranx sp. ini sebanyak 149 ekor lalu menyebarkan bantuan 23 ribu ekor benih ke pembudidaya sekitar. Selain mengembangkan teknik pembenihan untuk menghasilkan benih berkualitas tinggi, Dirjen mengungkap, BPBL Ambon juga menyempurnakan teknologi pembesaran bubara di Keramba Jaring Apung (KJA).
Menurut Hariyano, Perekayasa Ahli Madya BPBL Ambon, bubara menjadi komoditas favorit pembudidaya KJA di Maluku karena laju pertumbuhannya cepat, hanya butuh 5-6 bulan untuk mencapai ukuran konsumsi. Ikan ini juga tahan penyakit, mudah diberi pakan, dan tingkat kelangsungan hidupnya tinggi, hingga 90%.
“Ikan bubara ini juga memiliki harga jual yang cukup tinggi. Seperti di Kota Ambon yang mencapai Rp65 ribu – Rp 80ribu per kg untuk size ikan 2-3 ekor per kg. Harga jual juga cukup stabil bahkan tidak terpengaruh pandemi Covid-19 yang berlangsung sejak tahun lalu sehingga semakin banyak pembudidaya yang melirik peluang usaha pembesaran ikan bubara di KJA,” ulasnya.
Kualitas Perairan
Hariyano menerangkan, kualitas perairan yang baik menjadi salah satu kunci usaha pembesaran bubara. Provinsi Maluku yang memiliki kondisi perairan yang baik membuat kegiatan pembesaran bubara di KJA berkembang cepat di Kota Ambon, Kabupaten Seram bagian Barat, Kota Tual, dan Kabupaten Maluku Tenggara.
“Apalagi dengan daya serap pasar yang tinggi, masyarakat menilai pembesaran ikan bubara cukup menjanjikan sebagai diversifikasi komoditas selain kerapu yang juga mereka budidayakan di KJA,” tutur Pria yang bergelut dalam budidaya bubara sejak 2008 itu.
Salah satu tantangan yang dihadapi dalam pembesaran bubara, kata Hariyono, harus ekstra hati-hati saat bersentuhan langsung. Jika tidak demikian, akan melukai ikan yang mengakibatkan kematian. Ia menganjurkan pembudidaya menggunakan jaring khusus yang terbuat dari kain untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan.
“Kami mengupayakan agar teknologi terkait budidaya ikan bubara dapat makin dikuasai sehingga produksinya semakin meningkat dan semakin banyak pembudidaya yang menguasai teknik budidaya ikan ini,” pungkasnya.

Mansir, Ketua Kelompok Waiheru Sejahtera mengakui, bubara menjadi salah satu komoditas yang disukai pembudidaya KJA di Teluk Ambon karena permintaan pasarnya besar serta tingkat kelulushidupan tinggi, mencapai 90%.
“Tingginya permintaan pasar masih belum dapat dipenuhi oleh kami pembudidaya di Teluk Ambon, sehingga area pengembangan masih terbuka sangat luas, apalagi ikan bubara juga memiliki harga jual yang cukup bagus,” jelas pembudidaya ikan di Teluk Ambon ini.
Berkat usaha budidaya bubara, kelompok yang beranggotakan 10 orang dan berbudidaya sejak 2010 itu menghasilkan omzet hingga Rp100 juta per siklus dengan menebar benih 15 – 17 ribu ekor dan pemeliharaan 7-8 bulan. Masing-masing anggota bisa mengantongi keuntungan bersih Rp3-4 juta per bulan.
“Beberapa kendala yang kami hadapi dalam budidaya ikan bubara adalah kenaikan harga pakan di musim tertentu dan perubahan cuaca ekstrim yang terlalu panas atau hujan yang terlalu sering. Selain itu proses penyortiran juga memiliki peran penting agar tidak menghambat pertumbuhan ikan yang lebih kecil,” tandasnya.